Jumat, November 14, 2025
BerandaArtikelKurban dan Korban

Kurban dan Korban

Kurban dan korban seakan dua kata yang sama, tapi sebenarnya dalam kontek keindonesiaan itu sangat berbeda maknanya. Kurban adalah Ritus ibadah umat Islam setiap bulan Dzulhijjah untuk menyembelih binatang kurban. Hal ini dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan berbagi kepada saudara karib kerabat dan orang orang yang tak berpunya.

Sedangkan korban adalah istilah untuk mendefinisikan sebuah problem sosial masyarakat, ketika mereka ditimpa oleh sesuatu, baik bencana, ketidak adilan atau kedzaliman. Sehingga korban adalah identik dengan sebuah penderitaan.

Secara sosiologis kurban adalah simbol kesejahteraan sebuah komunitas keumatan, sedangkan korban adalah simbol penderitaan dan harus diselamatkan. Sehingga keduanya ada hubungan sosiologis yang sangat erat, bahwa kurban harus menjadi bagian penting dalam mengurangi penderitaan para korban sosial.

Kurban yang Menghindarkan dari Korban

Dalam konteks keumatan, kurban sejatinya dapat mencegah lahirnya korban-korban sosial baru. Ketika seseorang rela berkurban—baik harta, waktu, tenaga, atau bahkan kenyamanan pribadinya—untuk membantu orang lain, maka ia turut membangun tatanan sosial yang lebih adil. Kurban menjadi wujud nyata dari ta’awun (tolong-menolong), solidaritas sosial, dan empati terhadap penderitaan orang lain.

Maka, yang lebih penting dari sekadar menyembelih hewan adalah menyembelih kesombongan, keangkuhan, dan ketidakpedulian. Kurban yang sejati adalah yang mengalirkan manfaat dan mencegah tumbuhnya korban-korban baru di sekitar kita.

Muhammadiyah Bukan Sekedar Kurban, Tapi Menyelamatkan Korban

Sejak awal Muhammadiyah di dirikan adalah untuk berkurban, dan menyelamatkan para korban, baik korban ketimpangan sosial, korban penjajahan, korban bencana alam, yang semuanya tercakup dalam teologi sosial al ma’un. Bukan tipe warga Muhammadiyah yang senantiasa menjadi bagian dari orang yang mencari korban dan membuat orang lain terkorban kan.

Muhammadiyah berjuang penuh, berkurban dengan harta dan jiwa bahkan dengan seluruh amal usahanya untuk mengangkat kaum mustad’afin (tertindas/korban), dengan spirit Alive Imran 104 dan 110 , yaitu melakukan humanisasi, liberasi dan transendensi kehidupan.

Warga Muhamamdiyah walau bukan orang-orang kaya, tetapi yang ada dalam jiwanya mengentaskan kemiskinan, membuat sekolahan, membuat masjid untuk berjamaah sholat. Mereka bukan orang yang hanya mengharap bantuan pemerintah dengan berbagai cara apalagi menghalalkan segala cara, menjadi kaum oportunis yang akhirnya harus menjadi jubir kekuasaan tanpa kritik, akhirnya menjadi para agen “KORBAN” baru.

Tetapi dengan kepribadian Muhammadiyahnya mereka berjuang dan secara positif melakukan kritik yang membangun kepada pemerintah walau harus dianggap oposan. Tetapi mereka terus berbuat dengan jiwa raga dan harta semampunya untuk mengurangi korban ketidak adilan.

Jiwa KURBAN harus dibangun di kalangan anak Muda Muhamamdiyah saat ini, karena mereka adalah generasi penikmat, jika jiwa ini tidak dibangun sebagaimana pendahulu sebelumnya, maka mereka akan menjadi penyebab bertambahnya KORBAN. Ujian kekuasaan, jabatan dba reputasi saat ini sangat kuat, dan Muhamamdiyah adalah ibarat gadis cantik yang akan dilirik, siapa yang menjadi pimpinan di Muhammadiyah terutama level Kota, provinsi dan daerah, sangat menarik untuk ditarik dalam ruang kekuasaan, karena mereka memiliki kewenangan. Jika kader tak memiliki jiwa Kurban, maka sungguh Muhamamdiyah akan terkorban kan dan menjadi peng Korban nilai-nilai kemanusiaan.

Spirit kurban saat ini hendaknya menyadarkan semua warga dan kader umat serta persyarikatan, untuk memilih KURBAN, berjuang totalitas dengan tulus baik jiwa raga dan harta untuk bagaimana kemajuan Islam dan bangsa Indonesia. Kyai Dahlan sudah mengajarkan, AR Fachrudin sudah meneladankan, maka sebagai generasi penerus sudah waktunya membuka kembali pesan dan nasehat indah mereka.

_”Berjuang itu tidak usah banyak bicara, tapi kerja nyata. Jangan minta upah, karena berjuang itu untuk Allah, bukan untuk pujian manusia.”_AR Fachrudin

BERITA LAINNYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini