(Catatan Sederhana Musywil Lampung)
Gus Zuhron
Dosen UM Magelang, Asal Gantiwarno, Pekalongan, Lampung Timur.
Sekitar satu tahun yang lalu saya bertemu dengan Mbah Daud (Ketua PDM Kota Metro) di kantor PDM Kota Metro Lampung. Sebagai anak muda saya lebih banyak mendengar petuah dan informasi dari begawan Muhammadiyah yang ideologinya sudah 24 karat. Dari perbincangan itu ada yang menarik untuk dijadikan catatan serius bagi para penggerak persyarikatan. Catatan itu saya rangkum dengan persoalan lain yang sempat penulis jumpai baik dari pengamatan, berdiskusi dan obrolan enteng-entengan yang semua itu muaranya adalah bagaimana menyusun format Muhammadiyah masa depan yang lebih menjanjikan.
Ada tiga persoalan utama yang wajib menjadi fokus perhatian. Pertama, pentingnya mewaspadai infiltrasi gerakan keagamaan di luar Muhammadiyah. Lampung termasuk zona kuning (mendekati merah) dalam sorotan negara. Gelombang gerakan radikalisme agama tampaknya cukup menjamur dan mendapatkan tempat yang nyaman di bumi rua jurai. Ratusan orang yang terduga masuk arus ini disinyalir teridentifikasi sebagai bagian dari kelompok yang anti pancasila. Dan yang menarik sebagian oknumnya berada dalam lingkaran organisasi berlambang Matahari ini. Belum lagi masuknya gerakan trans nasional baik yang mengusung ide khilafah (meskipun organisasinya telah dibubarkan) maupun yang spiritnya mirip dengan Muhammadiyah yakni _ar ruju’ ila Qur’an wa Sunnah_. Dengan masifnya gerakan-gerakan semacam itu menjadikan sebagian kader Muhammadiyah _gumunan_ dan menganggap kelompok-kelompok itu lebih syar’i dan islami. Sehingga mereka yang terseret dengan arus itu meskipun masih bertahan di rumah besar Muhammadiyah namun sebenarnya telah berpindah ke lain hati.
Kedua, semakin menjamurnya Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) secara otomatis menjadi magnet yang menggiurkan bagi siapa saja yang ingin kebagian cuan yang bersumber dari AUM. Aset yang dimiliki oleh Muhammadiyah menjadikan meningkatnya populasi kelas pekerja dan dalam waktu yang bersamaan jika tidak hati-hati semakin terkikis dan tersingkirnya kelas pejuang. Padahal sudah menjadi rahasia umum kelompok kelas pekerja ini tidak bisa menjamin keberlangsungan Muhammadiyah meskipun berpeluang menjaga keberlangsuangan AUM. Kelas pejuang atau dalam istilah SPM (Sistem Perkaderan Muhammadiyah) adalah pelaku gerakan yang merupakan penjaga gawang keberlangsungan sang surya agar tetap bersinar. Kelas ini biasanya di berbagai tempat jumlahnya tidak banyak termasuk tentu saja di Lampung.
Ketiga, tersendatnya regenerasi kepemimpinan. Ini adalah problem serius yang butuh langkah-langkah konkrit untuk bisa merampungkannya. Secara formal organisasional proses pergantian kepemimpinan memang rutin dilakukan, namun secara esensial nampak mencari figur yang ideal bagi Muhammadiyah bukan perkara yang mudah. Di sisi lain semangat melahirkan darah segar diberbagai wilayah patut mendapatkan apresiasi. Artinya kesadaran ini menjadi tonggak bagi keberlangsungan Muhammadiyah ke depan. Hasil Muktamar (dalam kontek regenerasi) dianggap kurang menggembirakan. Oleh karenanya hal ini tidak boleh terjadi pada level wilayah dan seterusnya. Kombinasi dua generasi (tua-muda) harus menjadi pilihan strategis agar gerak Muhammadiyah lebih inovatif, fleksibel dan berkemajuan
Dari 39 nama yang akan dipilih dalam forum Musywil Lampung ada nama-nama besar yang sangat pantas untuk dipertahankan. Namun di tengah arus perubahan dunia yang begitu cepat mengandalkan nama besar tidaklah cukup. Perlu energi baru yang mampu menyuguhkan citra Muhammadiyah lebih elegan dan adaptif terhadap perubahan zaman. Formasi yang dipilih semestinya adalah manusia-manusia yang tidak sekedar melanjutkan rutininitas namun kelompok kader yang bersedia berjibaku melakukan _fresh gerakan_ bagi Muhammadiyah. Revitalisasi ideologi, memuhammadiyahkan kelas pekerja, menggembirakan tradisi keilmuan, membangun sistem proteksi dalam tubuh persyarikatan adalah segudang pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pimpinan yang terpilih. Saya yakin orang-orang yang bersedia dicalonkan adalah mereka yang tidak sekedar ingin menikmati kursi kekuasaan namun kader-kader yang siap memikirkan kembali Muhammadiyah (Rethingking Muhammadiyah). Selama bermusyawarah