Sebagai sarana dakwah, Persyarikatan Muhammadiyah itu digerakkan oleh para kader dan pimpinan dengan dasar keikhlasan yang kuat. Organisasi yang dinilai oleh banyak orang sebagai organisasi Islam modern paling maju dan berhasil ini dibangun dengan karakter kader dan pimpinannya yang tawadhu’ dan sederhana. Jarang ditemukan pimpinan Muhammadiyah yang hidup bergelimang harta, meskipun jika mereka mau, itu mudah dilakukan dengan menggunakan Muhammadiyah sebagai sarananya.
Kondisi tersebut paradoks dengan fakta bahwa Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang sangat modern dan kaya. Aset dan kekayaan Muhammadiyah tersebar ada dimana-mana, semua orang sudah tahu soal itu. Bahkan ada orang luar Muhammadiyah yang memperkirakan jumlah kekayaan Muhammadiyah masuk dalam jajaran orang-orang terkaya di Indonesia. Namun lihatlah, organisasi Islam terkaya ini dipimpin oleh orang-orang yang sederhana, hidup secara zuhud dan penuh ketawadhu’an.
Keteladanan para pendiri dan pimpinan Muhammadiyah dalam hal kesederhanaan dan sikap rendah hati hendaknya menjadi cermin bagi anggota dan kader. Tidak boleh ada kader yang merasa paling berjasa dan paling berkontribusi terhadap kemajuan Muhammadiyah. Tidak boleh ada yang merasa paling berjasa terhadap perkembangan dan kemajuan amal usaha. Terkadang masih sering kita saksikan ada individu per individu yang secara terang-terangan atau tersirat menyatakan di berbagai forum atau platform sosial media sebagai paling berjasa. Seolah-olah tanpa dia Muhammadiyah atau amal usaha yang dia ada di dalamnya tidak bisa maju dan berkembang.
Amal shaleh di Muhammadiyah itu sesungguhnya amal shaleh kolektif kolegial. Semua orang memberikan kontribusi, yang berarti semuanya turut berjasa. Kalau ada kader Muhammadiyah menyatakan bahwa dia paling berjasa bagi Muhammadiyah, jangan-jangan sebaliknya, tanpa Muhammadiyah dia tidak ada apa-apanya. Cukuplah jasa itu hanya Allah yang tahu dan disimpan dalam setiap hati warga Muhammadiyah. Yakinlah dengan tanpa diungkapkan, setiap orang yang pernah berjuang dan beramal shaleh di Muhammadiyah akan dikenang oleh banyak orang. Jika toh tidak, pasti dicatat sebagai kebaikan oleh Allah SWT. Dan itu lebih dari segala-galanya.
Bukti bahwa kita bermuhammadiyah dengan ikhlas lillahita’ala, salah satunya adalah dengan bermuhammadiyah secara tawadhu’ dan rendah hati. Bekerja tanpa pamrih, beramal bukan untuk dipuji. Sering kita menyaksikan seorang pimpinan Muhammadiyah yang sudah sangat senior, berpengalaman lama menjadi pimpinan muhammadiyah, jangan kata bicara jasanya bagi Muhammadiyah, mungkin tidak terhitung. Hadir dalam acara pengajian, selaku mustami’ (jamaah), mendengarkan dengan tekun dan khusyu’ padahal yang mengisi pengajian adalah yuniornya yang mungkin dari sisi pengalaman dan pengetahuan masih jauh di bawahnya. Namun dia ikuti pengajian sampai dengan selesai dan ia merasakan seperti diingatkan terus dan mengambil hikmah dari setiap materi pengajian yang disampaikan. Tidak ada rasa gengsi atau merasa lebih dari yang lainnya. Begitulah bukti kerendah hatian dalam bermuhammadiyah.
Apalagi hanya soal penghargaan dalam selembar kertas, apakah itu bernama kader terinspiratif, pimpinan paling berdedikasi atau bentuk penghargaan lainnya. Sebagai kader dan pimpinan tidak perlu terlalu berharap dalam penghargaan-penghargaan itu. Jika diberi, diterima saja sebagai penghormatan bagi yang memberi penghargaan. Namun jika tidak mendapatkan, tidak perlu masygul dan bersedih atau merasa perjuangannya tidak dihargai. Karena sejatinya bermuhammadiyah bukan untuk mendapatkan penghargaan, tetapi untuk beribadah dan beramal shaleh melalui persyarikatan.