Puasa Ramadhan menjadi satu syari’at yang multi makna, bagi mereka yang mampu memahaminya. Karena tidak ada satupun syari’at yang tidak memiliki makna dan hikmah. Makna dan hikmah itu akan mampu digali oleh siapapun dengan basis keilmuan mereka masing-masing, sehingga inilah universalnya Islam.
Dalam seri profetika puasa ini saya akan mencoba menikmati sajian puasa ini dalam prespektif kepemimpinan (leadership) karena saat ini masih eranya transisi kepemimpinan baik di sosial, pendidikan bahkan di negara kita ini. Tentu hal ini akan menjadi satu konsumsi interpretatif, akan tetapi akan membuka cakrawala besar bahwa puasa adalah syari’at yang sangat istimewa.
Puasa adalah rukun islam ke empat, bahkan dalam riwayat Imam Muslim pernah disebutkan sebagai rukun Islam ke lima. Puasa adalah tahapan kehidupan manusia dalam menggapai kesuksesan dirinya.
Jika syahadat adalah proses pembentukan keyakinan diri (believe building), sholat adalah pembentukan karakter (character building), zakat adalah pembentukan ekonomi diri (economic building), puasa adalah pembentukan jiwa kepemimpinan (leadership building) dan haji adalah pembentukan jiwa totalitas (totally building).
Kenapa puasa menjadi syari’at yang membentuk jiwa kepemimpinan, karena dalam puasa berpusat pada daya tahan diri (self endurance). Karena pemimpin adalah orang yang memiliki daya tahan terhadap dirinya demi kepentingan umatnya. Oleh sebab itu endurance adalah sifat kepemimpinan seseorang, dan seseorang dianggap layak memimpin ketika dirinya telah mampu menahan dirinya dan telah beres dengan urusan pribadinya.
Seorang pemimpin yang tidak memiliki self endurance, maka akan menjadi pemimpin yang otoriter, pemimpin yang serakah, pemimpin yang korup dan pemimpin yang hidup untuk popularitas belaka.
Tetapi pemimpin yang memiliki self endurance akan menahan semuanya, dia akan mengedepankan kepentingan umat dibandingkan kepentingan pribadinya, dia bekerja bukan untuk popularitas apalagi sekedar pencitraan, karena dia sudah tidak butuh itu, dia tak butuh pujian, tetapi dia butuh pujian Allah SWT. Dia tidak akan pernah korup, karena dia mampu menahan mana haknya dan yang bukan haknya. Dia tidak akan pernah serakah, karena dia sudah tidak butuh kesenangan pribadi.
Puasa mengajarkan ini, ketika seseorang harus menahan kebutuhan pribadinya demi menjalankan perintah Allah SWT, walau kebutuhan itu halal, boleh dan dia miliki. Bahkan dia harus menahan dari segala keburukan dan kesenangan pribadinya, demi mendapatkan kesempurnaan puasanya di sisi Allah SWT.
Kehancuran pemimpin diakibatkan karena tidak memiliki self endurance ini, mereka serakah sehingga memanfaatkan kepemimpinan dirinya untuk mengkayakan dirinya. Mereka memanfaatkan kepemimpinan dirinya untuk jabatan selanjutnya, sehingga hanya mencari popularitas dengan menghamburkan uang umat. Bahkan ada yang memanfaatkan kepemimpinan untuk mendapatkan kesenangan syahwat dengan wanita yang tidak halal, pergi berlibur yang tidak benar dan lain sebagainya.
Self endurance dicontoh kan nabi dengan menahan lapar demi umatnya kenyang. Sehingga dirinya pribadi yang kenyang terakhir setelah semua sahabat makan. Bagaimana Abu Bakar ra menyedekahkan semua hartanya demi umat Islam. Bahkan Umar memanggul makanan demi rakyatnya yang kelaparan, dan takutnya dengan jalan berlubang sehingga ada yang terjatuh. Bahkan umar bin abdul aziz menggunakan pakaian 7 dirham yang sebelumnya 700 dirham ketika sebelum memimpin kekhalifahan.
Insan profetik akan menjadikan puasa sebagai madrasah yang membentuk daya tahan spiritual yang kuat (self endurance), karena insan profetik adalah insan pe lanjut kepemimpinan masa depan. Kepemimpinan apapun itu, baik politik, sosial, bisnis atau yang lainya. Self endurance adalah kemampuan menahan diri dari segala kesenangan pribadi dan dirinya beres dengan kepentingan pribadi dan Duniawi, bukan harus kaya, tetapi mentalnya yang kaya.
Spirit romadhon 1#
MSF