Salah satu objek perbaikan dalam puasa adalah hati, karena hati adalah pusat segala kebaikan, jika hati baik maka semua akan baik, tetapi jika hati buruk maka akan buruk pula seluruh anggota tubuh.
Puasa mengajarkan manusia untuk membersihkan hati dari segala sifat buruk, dengan menahan segala bentuk penyebab rusaknya hati, sehingga yang ada adalah hati yang bersih (qalbun salim), yang jauh dari penyakit hati, baik syirik, amarah, dengki, sombong dan yang lainya. Karena puasa membunuh sifat-sifat tersebut sehingga seseorang menjadi manusia berakhlak mulia.
Ibarat seekor ulat yang melakukan proses puasa dengan menjadi kepompong dan kemudian menjadi Kupu-kupu. Ketika dirinya menjadi ulat, semua orang benci kepadanya, tetapi setelah menjadi Kupu-kupu semua menyukai dirinya.
Salah satu kompetensi pemimpin adalah mampu memimpin dengan hati, karena yang dipimpin adalah makhluk yang dimuliakan dengan hatinya. Maka memimpin dengan hati akan mampu menjadikan sebuah kepemimpinan berjalan dengan harmonis dan tidak otoriter.
Ada beberapa spirit puasa untuk dijadikan pelajaran dan membangun kompetensi hati seorang pemimpin:
Yang pertama, memimpin dengan keikhlasan
Puasa mengajarkan kita untuk ikhlas totalitas, sehingga seorang pemimpin harus memimpin dengan keikhlasan, dengannya akan menjadikan jabatannya sebagai ladang pahala yang tak terhingga.
Dia memimpin sudah bukan karena sebuah prestise, ingin dipuji, dan ingin dihormati. Tetapi dia memimpin niat menjalani ibadah kepada Allah SWT, menjadikan jabatanya untuk melayani orang lain, memberikan manfaat seluas seluas-luasnya kepada manusia.
Dengan keikhlasan inilah seorang pemimpin akan kuat, tidak tumbang dalam cacian, tidak terbang dalam pujian. Dia fokus dengan kerja dan amal nyata, tanpa gegap gempita dan berita.
Yang kedua, memimpin dengan cinta totalitas
Memimpin dengan hati adalah memimpin dengan cinta yang totalitas. Artinya dia menjadikan semua orang yang dipimpin adalah objek cinta, tidak untuk dimanfaatkan, tetapi membangun mereka untuk lebih berdaya dan berkembang.
Dengan cinta, seorang pemimpin tidak akan membenci siapapun, jika ada kesalahan dia akan berikan nasehat dan arahan untuk lebih baik, bukan amarah dan caci maki apalagi di ghibahi. Karena yang ada dalam hati pemimpin hanya cinta, dia ingin semuanya baik, sejahtera dan bahagia.
Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW sehingga semua sahabat merasa sebagai orang yang paling dicintai nabi. Bahkan Nabi pernah menegur sahabat yang menghardik Nuaiman dengan sebutan jahiliyah, karena perilakunya yang sangat buruk. Tetapi nabi mengatakan jangan menghakimi jahiliah, tetapi dalam dirinya ada sifat jahiliyah.
Yang ketiga, menguatkan sisi spiritual dan doa
Pemimpin yang memimpin dengan hati adalah selalu menguatkan sisi ruhani dan doanya. Hal ini diajarkan puasa, bahwa seseorang harus menguatkan ibadah dan doa di bulan Ramadhan.
Sehingga pemimpin yang berhati selalu menghidupkan dan memupuk hatinya di atas rata rata umatnya, baik dengan ibadah, merenung dan lainya. Karena dia akan menjadikan hatinya alat komunikasi tertinggi dalam memimpin
Yang keempat, memimpin dengan melayani
Memimpin dengan hati adalah melayani bukan dilayani. Selama Ramadhan dapat melihat bagaimana umat islam di tanah suci melayani saudaranya untuk berbuka. Bahkan Raja saudi menyebut dirinya pelayan dua tanah suci.
Prinsip memimpin melayani menjadi inti memimpin dengan hati, sehingga hancurlah sifat elitis pemimpin, yang ada pemimpin adalah orang yang mampu memberikan segala potensinya untuk umat. Bukan orang yang semuanya meminta pelayanan, bahkan harus mengorbankan uang rakyat atau umat.
Nabi Muhammad SAW adalah telah pemimpin yang melayani, bahkan beliau berkorban untuk umatnya walau dirinya kesusahan. Inilah yang harus dilakukan oleh para pemimpin, hendaknya siap berkorban melayani umat bukan mengorbankan umat untuk dirinya terlayani.
Yang kelima, memimpin dengan teladan
Memimpin dengan hati adalah memimpin dengan keteladanan. Mereka adalah pemimpin penuh aksi, bukan pemimpin yang riuh dengan bicara. Istilah kyai Ahmad Dahlan sepi ing lambe, rame eng gawe sedikit bicara banyak bekerja, itulah memimpin dengan hati.
Mereka menjadi teladan bagi umat dalam setiap gerak langkahnya, walau tak luput dari salah dan cela. Tetapi mereka mampu memberikan keteladanan yang baik dalam aspek kepemimpinannya. Oleh sebab itu Nabi Muhammad SAW disebut sebagai uswah hasanah. Dengan keteladanan maka semua titah pemimpin akan mudah diikuti oleh umatnya.
Pemimpin yang berhati adalah mereka yang memimpin dengan keikhlasan, penuh cinta, spiritualitas yang tinggi, melayani dan penuh keteladanan. Mereka memimpin dengan mengetuk hati umat, bukan dengan lisan mereka. Karena mereka memahami yang menggerakan manusia adalah hatinya bukan mulutnya.