Kamis, Desember 5, 2024
BerandaArtikelSeri profetika puasa: Leader's Mouth

Seri profetika puasa: Leader’s Mouth

Dalam sebuah kepemimpinan ada satu skill yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah komunikasi (tabligh). Nabi Muhammad SAW dan seluruh para nabi adalah orang-orang yang jago komunikasi (tabligh). Mereka mampu mengoptimalkan fungsi mulut dengan baik dan benar, sehingga memang mulut mereka adalah mulut pemimpin (leader’s mouth). 

Dalam syariat puasa kita dilatih memiliki mulut seorang pemimpin, dengan dua kaidah, berkata baik atau diam. Demikian nabi mengajarkan, sehingga puasa yang tidak bisa menjaga mulutnya dari perkataan sia-sia (laghwun), kotor (rofats)  atau keji (fakhsya’) maka tidak ada puasa baginya. Oleh sebab itu seorang pemimpin dilatih menjaga dari berkata buruk dan optimalisasi berkata yang baik, atau diam kebijaksanaan. 

Leader’s mouth adalah skill memanajemen mulut, untuk benar dan tepat. Ada beberapa batasan dalam mengoptimalkan mulut seorang pemimpin:

Yang pertama, mulut yang efisien dan efektif

Mulut seorang pemimpin hendaknya efisien dalam berbicara, artinya mampu memetakan mana yang harus dibicarakan, kepada siapa dia berbicara, kapan berbicara, bagaimana berbicara dan di mana harus berbicara. Hal ini sesuai dengan kaidah berbicaralah dengan bahasa kaumnya demikian Imam Ali bin Abi Thalib memberikan nasehat. 

Seorang leader harus mampu memahami kepribadian umatnya dalam segala level dan sosialnya, dan berbicara sesuai dengan kemampuan mereka. Bukan hanya berbicara di ruang umum tanpa pengaruh sama sekali, tidak efektif bagi kehidupan umat. Seharusnya pemimpin mampu berbicara kepada petani berbeda dengan kepada pedagang, kepada intelektual berbeda dengan masyarakat awam, kepada masyarakat kota dengan desa. Inilah skill komunikasi yang harus dikuasai. Seorang pemimpin harus memiliki kompetensi psikologi komunikasi baik inter, antar personal maupun sosial. 

Inilah yang dilakukan nabi Muhammad saw ketika berbicara dengan Abu Bakar berbeda dengan umar, kepada Usman berbeda dengan Ali bin Abi Thalib. Kepada Muhajirin berbeda dengan anshor, bahkan kepada penduduk makkah berbeda dengan Madinah. 

Yang kedua, mulut yang memotivasi

Mulut seorang pemimpin harus mengeluarkan kata motivasi yang menggelegar bagi umat dan masyarakat, dalam kondisi seberat apapun seorang pemimpin mampu memotivasi. Seperti kisah Thariq bin Ziyad yang harus membakar semangat prajuritnya dengan membakar kapal, sehingga tidak ada pilihan kecuali menang atau mati dimedan perang. 

Dalam kondisi kesulitan Salahudin al Ayubi mampu membebaskan Palestina, Bung Tomo mampu menggerakkan arek arek surabaya, bukan pemimpin yang pesimis dan tidak memiliki harapan.  Kompetensi motivator harus pula disandang oleh seorang pemimpin

Yang ketiga, mulut yang penuh ilmu

Seorang pemimpin harus berbicara dan berkomunikasi dengan ilmu, sehingga dia berbicara dengan dasarnya yang kuat, dalil yang shahih, dan data yang valid. Jangan asal bunyi (asbun) yang membuat masyarakat atau umat berpecah belah, apalagi tidak serius dalam perkara yang serius.  

Imam syafi’i menyebutkan bahwa ilmu sebelum ucapan, berfikir baru disampaikan, bukan dibalik. Inilah kompetensi leader’s mouth yang harus dimiliki. 

Dengan kemampuan ini masyarakat akan merasakan solusi dan pencerahan yang selalu di dapat kan. Bukan kebingungan tanpa arah, lempar sana sini tanpa ada yang mau bertanggung jawab. 

Pemimpin harus berani menjadi lisan bagi rakyat nya, dengan lisannya dia harus berani menyampaikan kebenaran, berani menasehati rakyatnya, bahkan berani memberikan pengajaran agama kepada masyarakat. Bukan pemimpin yang bersembunyi dan selalu menggunakan orang lain untuk berbicara kepada umat dan masyarakat. 

Yang keempat, mulut yang diam bijaksana

Kompetensi leader’s mouth adalah diam penuh kebijaksanaan, mereka mengurangi berbicara jika hanya tidak memberikan kebaikan, apalagi gaduh di masyarakat. Diamnya adalah kebijaksanaan. 

Sebagaimana sabda nabi, orang yang beriman adalah yang selalu berkata baik atau diam. Kemampuan menahan diri dari berkata buruk adalah penting, tidak berkata kasar walau bawahan salah, tetapi tetap rasional. 

Diamnya pemimpin menjadi sebuah hukum bahwa dia sedang berpikir atau telah menyepakati sesuatu yang bersifat opsional. Sebagaimana nabi memiliki sunnah taqririyyah. 

Pemimpin profetik adalah pemimpin yang memiliki kompetensi leader’s mouth atau kemampuan menjaga mulut dan memenej mulutnya. Dia tidak berbicara kecuali yang baik, efektif dan efisien serta penuh ilmu. Bahkan diamnya adalah kebijaksanaan, diamnya adalah emas, bukan lari dari masalah atau tidak mampu menjawab.

Puasa ke 5#

BERITA LAINNYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini